Saturday, September 29, 2012

The most random thought that popped on my mind.

Ask your self, what would you really want to do before you die? I asked my heart twice, even thrice and there was only one answer, I want to do something that could make my life more cool. I've been thinking that as long as I live my life, I tend to 'dark' and messy. My heart breaks while I'm contemplating my life, thinking about future and past, I feel like I've wasted countless times. So sick because time flies, everything changes, dream evolves but I'm still nothing. My dream is like castle in the sky and they are still waiting to come true, fight for them but the fact is I still can't win it over.

I woke up in one morning, thinking about something I dreamt about. I can't recall someone who told me this yet I remember what he told clearly, it was in my dream. I was on a huge field, I saw blood was everywhere and I heard children's voices. I didn't recognise the place, yet I felt I have ever been there before. Dreams always confusing, sometimes it's like a puzzle or maze, I can only see it but I can't guess what the meaning is. Back to my dream, Huge field surrounded by children's voices tingled me. I looked down at my feet, I flew. I saw the white ground with no plants, and my feet didn't touch the ground. I was wondering, "am I in heaven?" because I felt so safe there. Until I saw the ground flooded with blood, I made sure that I was not in heaven.

There was a man walked slowly in front of me, he was wounded. He stopped, stood before me.

"My name is Hector" this wounded man spoke tremble, almost speechless. ( I'm not so sure about the name that he has told me but when I woke up from dream, this name resounded on my mind plus Eric Bana's face hahaha..).
I was clueless, only glanced at this Hector man.
" Your fate is here on the battlefield, don't be afraid... the bullets wouldn't hurt you".

That was all, I can't remember the rest but after that super weird conversation, I knew that it was a dream and unconciously knew that I visited a war in my dream. I don't understand, was that a sign? too blurry to predict. But suddenly after the dream, I really want to be a war volunteer, maybe for Palestine. I wish one day I could make it real, at least I don't wanna be 'cruel' forever in my life. I spent too much bad things in life, and by being a war volunteer could be something good to remember, something great to tell, and something that reminds me that I'm still human.

It was popped in my head, randomly. One thing I gotta do before I die, be a war volunteer.

I may not a hero, at least I want to save some souls, not only the cheerleader.
Thankyou private Hector, for lighten me up.

Restu Hapsari.


Tuesday, August 21, 2012

Hey, you there!

Looking back a few years ago, when the first time your eyes met mine:

I was entering that college corridor,  trying to find someone I knew because I thought I may look stupid to be alone sitting on a huge class without someone to talk any shit to. My Friend was there, stood surrounded by some boys that I didn't recognise. I'm not that kind of girl who easily breaks an awkward moment when I meet somebody new, especially boy. Then my friend told all that boys my name, till I knew that we were all a classmates. I didn't really pay attention to that introduction moment, all I knew was all that boys were nice. I remember, another boy who wore a red tee came late, he was half running when he came to us. I don't really remember how the way they laughed at you that time, I just knew from the very start you told me your name that you're too mesmerizing to be scoffed dear boy on the red tee, That's all. Wait, I'm forget to mention your eyes, your eyes was average but your thick eyebrow was indeed captivating.


Friday, May 25, 2012

Sumpah, aku tidak ingat. (Part 2)

Siang itu udara Jakarta sungguh biasa, terik dan berpolusi.
Suara-suara bising dari kendaraan-kendaraan di jalan raya sangat
membuat telinga tidak nyaman, belum lagi suara bak bik buk yang
ditimbulkan oleh dua orang yang nampaknya sesama kondektur metromini
yang sedang saling baku hantam membuatku menjadi lebih stress sepuluh
kali lipat, di sudut lain ada seorang anak kecil berbaju belel dan
lusuh menangis keras sekali sementara seorang petugas keamanan dan
ketertiban berusaha menarik dengan keras lengan anak kecil tersebut.
Jakarta hanya ramah pada mereka yang punya uang, pikirku. Setidaknya
saat itu aku merasa sedikit beruntung karena aku termasuk yang mampu
membeli kenyamanan tersebut, paling tidak kenyamanan berkendara dengan
naik taksi. Hal yang menjadi motivasiku untuk pulang menggunakan taksi
sebenarnya bukan karena stress yang disebabkan oleh kota Jakarta yang
berisik ini, aku biasa menyiasati kebisingan Jakarta dengan
mendengarkan lagu The Adams lewat ipodku dimanapun itu, di kopaja
sekalipun. Yang menjadi alasanku kali ini adalah karena aku ingin
lebih nyaman berpikir, berpikir dan memutar ulang cerita aneh Ciella
di otakku. Ya, aku tidak tahu mengapa wajah Ciella dan cerita
bonekanya tidak bisa lenyap dari pikiranku. Sekilas aku mengerti
mengapa Ciella memandangku seperti itu, tatapan yang seolah menuntut
dan menyalahkanku itu mungkin karena Ciella mengira akulah yang
mengambil bonekanya. Aku bahkan baru bertemu Ciella hari ini, mana
bisa dia menuduhku begitu. Aku melamun sepanjang perjalanan pulang,
Ciella membuatku bingung dan terpikat sekaligus.

Sesampainya di rumah aku melihat meja makan yang dipenuhi menu makan
siang, semuanya menggugah rasa lapar namun rasa penasaranku akan
boneka Ciella lebih tergugah.
Aku beristirahat di sofa tua yang terletak di kamarku, mataku
bertabrakan dengan sebuah boneka teddy bear di sudut ranjangku. Aku
impulsif teringat Ciella kembali, "aku bahkan tidak terlalu suka
boneka" kataku dalam hati. Boneka teddy bear itu satu-satunya boneka
yang tidak kubuang saat aku lulus SD karena teddy bear itu pemberian
ayahku, lantas mengapa hari ini ada seorang anak kecil cantik dengan
mata yang misterius menganggap aku mengambil boneka rusaknya yang
hilang? Aku bingung.
Seketika aku bangkit dari sofa tua berkulit maroon kesukaanku,
menghampiri ibuku yang sedang menonton televisi di ruang keluarga.
"Bu, boneka-boneka aku yang jaman dulu udah pada dibuang apa masih di
gudang ya?" entah apa yang membuatku jadi ingat bahwa barang-barang
yang tidak terpakai selalu ada di gudang.
"Tumben kamu nanya boneka? Coba aja lihat sana di gudang. Setahu ibu
masih banyak barang lama yang menumpuk disana".
Aku bergegas menuju gudang, sesampainya disana aku menemukan kardus
besar berisi barang-barangku yang sudah tidak terpakai. Setumpuk
boneka barbie, mickey mouse, dan boneka-boneka disney yang berdebu
bertumpuk disana. Aku tidak yakin apa alasanku membongkar tumpukan
boneka-boneka ini, yang pasti aku tidak akan memberi Ciella
boneka-boneka bekas berdebu ini, aku berniat untuk memberinya boneka
baru yang akan aku beli malam nanti. Aku melihat bonekaku satu
persatu, kenangan masa kecilku berkelebatan bergantian di benakku.
Jujur, aku tidak begitu ingat mengenai masa kecilku, yang aku ingat
aku selalu takut badut dari dulu sampai sekarang. Disaat aku
menenggelamkan diri dalam memori masa kecilku, aku dikejutkan oleh
sebuah benda yang letaknya dibawah boneka casper putih yang agak
robek. Benda itu adalah sebuah boneka berwujud anak perempuan kecil
dengan rambut cokelat, bermata abu-abu dan mata kirinya rusak,
berpakaian mirip piyama berwarna putih. Jantungku berdebar lebih
kencang dari biasanya, darahku mengalir cepat sekali rasanya, aku
terkejut, boneka itu mirip boneka Ciella yang hilang. Aku berlari
impulsif ke ruang televisi lagi menghampiri ibuku, kali ini entah
mengapa rasa panik begitu menyerangku hingga jantungku mau lompat
lewat mulut rasanya. Aku menceritakan pertemuanku dengan Ciella,
bagaimana Ciella mengira akulah yang mengambil bonekanya, dan sekarang
ada boneka yang mirip dengan boneka Ciella yang hilang di tumpukan
boneka-boneka yang sudah sejak lama kubuang. Ibu menenangkanku,
segelas air diberikannya padaku agar aku tidak terlalu emosi. Rupanya
ibu ingat tentang boneka itu, menurut ibu boneka itu milik tetangga di
rumah yang dulu pernah kami tinggali. Mantan tetangga kami ini adalah
teman baik ibu yang bernama tante louisa dan suami bulenya Mr Alarick
Foster dan juga seorang putri yang usianya sepantaran denganku. Kata
ibu dulu aku dan putri dari tante Louisa sering bermain boneka bersama
sampai akhirnya keluarga tante Louisa pindah ke Manhattan, New York
bersama keluarganya. Anehnya aku sama sekali tidak ingat tentang tante
Louisa dan keluarganya, yah ingatanku memang sangat lemah. Aku meminta
ibu untuk menghubungi keluarga tante Louisa, meminta izin bahwa aku
akan memberikan boneka milik anaknya kepada seorang anak kecil yang
merengek karena kehilangan boneka.

Keesokan harinya ibu memberitahuku bahwa tante Louisa sudah kembali ke
Indonesia, rencananya jam sembilan pagi ini ibu dan tante Louisa akan
saling bertemu, yang paling penting adalah tante Louisa mengizinkan
aku untuk memberikan boneka bekas milik Allice anaknya kepada Ciella
muridku. Aku senang mendengarnya, aku juga menitipkan salam untuk
tante Louisa dan juga Allice teman masa kecilku, mungkin nanti kami
berdua bisa bertemu.

Hari itu aku memang tidak ada jadwal mengajar, namun aku tetap akan
menemui Ciella disekolah. Rasanya tidak sabar sekali untuk bertemu
murid favoritku yang mirip Dakota Fanning ini. Aku sampai di sekolah
agak terlambat, macetnya kota Jakarta membuatku menghabiskan dua jam
di perjalanan. Saat itu pukul setengah satu siang, bel pertanda pulang
sudah dibunyikan setengah jam yang lalu. Sekolah sepi, pertanda
anak-anak sudah pulang. Seketika mataku panas, butiran air menetes
dari mataku, aku sangat ingin bertemu Ciella. Aku tidak mengerti
mengapa aku mendadak menjadi sensitif, seolah aku tidak akan bisa lagi
bertemu Ciella, padahal masih ada hari esok kan?. Entah apa yang
mendorongku untuk pergi ke kelas tempatku mengajar, kelas dimana
Ciella belajar. Seperti yang sudah kuduga, kelas kosong. Aku berdiri
membelakangi pintu kelas, mataku terpaku ke arah jam dinding, ada rasa
penyesalan terlukis disana, mengapa harus terlambat. Aku tersadar dari
lamunanku, melepaskan pandanganku dari jam dinding bergambar kartun
rugrats dan membalikkan badanku. Betapa terkejutnya aku, sepasang mata
abu-abu kelabu yang tidak asing lagi bagiku sedang menunggu disana.
Entah sejak kapan Ciella berada disana, sedari tadi dia
memperhatikanku.
"Hey baby, you surprised me Chiella".
"I'm sorry, do you bring my doll?" Ciella mengangkat kedua tangannya
terbalik, seolah sengaja menadahkan kedua tangan untuk meminta
bonekanya dariku. Aku mengeluarkan boneka bekas milik temanku Allice,
aku penasaran bagaimana reaksi Ciella melihat boneka ditanganku yang
mirip dengan bonekanya yang hilang.
"Thankyou Carly, that's my doll". Ekspresi Ciella kali ini benar-benar
terlihat bahagia, mata abu-abu kelabu itu kali ini berbinar, pertanda
bahagia.
"Ciella, why are you so sure? Boneka seperti ini kan banyak sekali".
Ciella tersenyum kaku. Kemudian ia berkata, "maybe there's a lot of
dolls look like mine out there. Tapi hanya boneka ini yang punya nama
Ally". Perlahan Ciella membuka atasan piyama putih boneka yang diklaim
miliknya itu. Sebuah tulisan tertulis disana, Ally.
Aku mendadak sakit kepala, rasanya aku melihat tangan yang sedang
menulis huruf A-L-L-Y di bagian dada sebuah boneka di dalam pikiranku.
Bayangan itu kemudian berganti dengan bayangan lain, dua orang gadis
kecil yang sedang bermain boneka bersama. Bayangan itu seperti tidak
asing bagiku. Dua gadis kecil itu, aku mengenal baik salah satunya,
refleksi yang selalu aku lihat saat aku bercermin namun dalam porsi
anak berumur enam tahun. Gadis kecil itu adalah aku saat kecil, namun
siapa yang satunya? Aku kehilangan petunjuk. Lalu bagaimana tentang
gambaran tangan yang sedang menulis huruf A-L-L-Y di dada sebuah
boneka? Mengapa semua nampak berkorelasi? Jika ini kepingan memori
mengapa aku sama sekali tidak ingat?.

"It's Ally, it's us Carly. Thankyou to brought my Ally back to me, now
I'm complete". Itu adalah kalimat terakhir yang diucapkan Ciella
sebelum akhirnya dia menyanyikan kalimat Jay guru deva, om lagi,
berulang-ulang. Aku sedang dalam sakit kepala yang hebat ketika Ciella
beranjak pergi, saat aku sedikit tersadar, Carly sudah tak terlihat
lagi. Aku memang payah dalam mengingat, tak jarang darah mengucur dari
hidungku saat aku terlalu keras dalam mengingat. Sore itu aku nyaris
pingsan, beruntung beberapa rekan kerjaku masih belum meninggalkan
sekolah. Aku bercerita tentang Ciella kepada salah satu guru yang tadi
mengajar kelas Ciella, dan aku kembali terkejut karena tidak satupun
guru yang mengenal bahkan mengakui keberadaan Ciella. Aku melihat
daftar murid-murid kelas yang ku ajar, dan ya hanya sembilan belas
murid, tidak ada yang bernama Ciella.

Aku pulang dalam keadaan stress, kepalaku sakit berat. Aku sudah tidak
mau memikirkan Ciella, aku takut itu semua hanya halusinasiku karena
tidak pernah ada yang merasa melihatnya. Ditengah perjalananku, aku
menerima panggilan telepon dari ibu. Ibu bercerita mengenai tante
Louisa dan Allice yang ternyata sudah meninggal ketika umurnya enam
tahun karena sakit demam. Ibu juga mengingatkan betapa aku dan Allice
dulu sering bermain sama, terutama bermain boneka dan anagram.

Aku sampai di rumah dengan perasaan yang kacau, kejadian tentang
Ciella membuatku merasa aneh sendiri. Ibu datang dengan wajah yang
tidak terlalu ceria, rupanya cerita tante Louisa membuatnya sedih
hingga saat ini. Ibu menceritakan semua cerita tante Louisa kepadaku,
dan perasaanku menjadi lebih tidak menentu setelah mendengar Allice
dulu sering bernyanyi lagu-lagu the beatles. Aku diam, enggan
bercerita soal kebetulan antara Ciella dan Allice yang sama-sama suka
The beatles. Aku lebih suka bertanya soal Allice, teman masa kecilku
yang tidak aku ingat. Ibu menggambarkan Allice sebagai sosok anak
kecil berdarah indo yang lincah, sampai akhirnya ibu mengeluarkan
sesuatu dari tasnya. Selembar foto, foto aku dan Allice ketika kecil.
Aku bagaikan disambar petir, sosok Allice difoto itu mengingatkanku
pada seseorang. Mata abu-abu kelabu yang sama, wajah yang sama, Allice
mirip sekali dengan Ciella. Aku diam, disorientasi lagi. Lagu the
beatles, boneka, dan wajah yang sama. Aku nyaris gila?. Tunggu, ibu
bilang aku dan Allice sering bermain anagram? Allice - Ciella itu
adalah sebuah nama berbeda dengan huruf yang sama, sebuah anagram.
Tiba-tiba aku ingat perkataan Ciella tadi siang "It's Ally, it's us
Carly". Ally, Allice & Carly, mungkinkah?.

Selesai.
Restu Hapsari, @smileyrestu

Thursday, May 24, 2012

Sumpah, aku tidak ingat. (Part 1)

Cerita ini merupakan cerita yang gue adaptasi dari sebuah film pendek
yang berjudul The Doll, dimana film pendek tersebut juga mengadaptasi
cerita ini dari pengalaman seorang narasumber pada pertengahan tahun
90-an, di Florida, Amerika Serikat. Gue modifikasi ya ceritanya, biar
nggak sama persis. Dan menulis menggunakan sudut pandang pertama
selalu jadi favorit gue, Jadi selamat menikmati.


Pagi itu adalah pagi terbaik sepanjang hidupku. Matahari pagi lebih
tepat terbilang hangat daripada terik, aroma hujan menggelitik
hidungku dengan sangat ramah, suasana rumahku gaduh karena kesibukan
pagi hari yang menjadi khas keluarga kami dan entah sejak kapan selalu
ada sekilas rasa syukur setiap aku mendengar keributan kecil di pagi
hari itu, dan yang paling membuat hariku spesial adalah ini hari
pertamaku bekerja. Mungkin menjadi guru taman kanak-kanak bukanlah
impianku, kata ibu aku terlalu idealis sementara cita-citaku terlalu
utopis dan tidak realistis. Setidaknya jadi guru taman kanak-kanak
lebih baik buatku daripada harus mengeluarkan banyak uang demi menjadi
birokrat yang nantinya terkena stigma karena mempertahankan
idealismenya, lantas karirnya mandeg karena anti menjilat atasan, atau
parahnya justru bisa tertular penyakit korup. Lalu apa bedanya sama
jual diri kalau begitu? Aku sih no way. Oke, sekilas saja soal aku si
idealis yang terpaksa menyerah sama realita dan akhirnya menempuh
jalur mainstream ini. Pagi itu semuanya sempurna. Aku masih ingat
jelas senyuman ibu ketika melepasku berangkat kerja, atau ucapan ayah
yang tak henti memberiku semangat sepanjang perjalanan menuju sekolah,
semua terekam sangat manis di otakku. Semuanya berjalan lancar pada
hari itu, sampai akhirnya ada peristiwa yang hingga saat ini belum dan
tak mungkin aku lupa.

Siang itu sebelum jam makan siang dimulai, aku dan murid-murid kecilku
bermain sebuah permainan icebreaking. Melihat antusiasme mereka aku
sangat gembira, ada dua puluh orang anak dikelas yang aku pimpin.
Mereka terbagi atas empat kelompok duduk, masing-masing terdiri dari
lima orang anak. Aku menutup permainan icebreaking dengan meminta
salah satu dari mereka bernyanyi di depan kelas, dan seperti yang aku
duga mereka malu-malu karena hanya dua orang yang bersedia bernyanyi.
Seorang anak laki-laki berambut gondrong dengan mata sipit seperti
bulan sabit yang memiliki label nama Aozora di seragamnya mengacungkan
tangan dengan amat histeris, sementara seorang anak perempuan cantik
berwajah super bule berlabel nama Ciella juga mengacungkan tangannya,
namun tidak seantusias Aozora. Akhirnya aku memilih Aozora untuk
bernyanyi di depan kelas, Aozora menyanyikan tip toe through the
tullips dengan sangat jenaka. Sementara kulihat Ciella datar
ekspresinya, tak ada tanda kecewa karena tidak terpilih.

Tidak terasa waktu cepat sekali berlalu, menghabiskan waktu bersama
anak-anak kecil pintar ini sangat menyenangkan. Bel pertanda habis jam
pelajaran pun berbunyi, kuantar mereka semua hingga keluar pintu
kelas. Para orang tua berkumpul di depan kelas dengan wajah yang
ceria. Beberapa anak mencium tanganku, namun beberapa dari mereka
lebih memilih mencium pipiku dan mengucapkan "see you miss Carly",
sweet. Setelah mereka semua pulang dan tidak ada lagi yang tinggal,
aku kembali ke kelas untuk mengambil barang-barangku. Sesampainya di
kelas, aku berjalan tanpa menoleh ke arah mejaku, namun aku merasa
seperti diawasi. Ternyata dugaanku benar, sepasang mata berwarna
abu-abu kelabu sedang mengawasiku. Sejenak aku terkejut karena ketika
mengantar anak-anak ke depan kelas tadi ruangan ini sepertinya kosong.
Tatapan mata itu aneh, seperti sedang menuntut atau menyalahkanku akan
sesuatu. Aku mau tidak mau langsung menguasai diriku, tersenyum dan
memberikan belaian hangat ke wajah kecil nan cantik pemilik mata
abu-abu kelabu itu.
"Ciella sayang kamu belum dijemput ya?" sekilas aku memang tak berani
menatap matanya, namun Ciella yang cantik membuatku sangat
menyukainya. Lucu, aku seperti sedang merasa rindu ketika melihatnya.
Mungkin, Ciella mengingatkanku kepada Kimimela keponakan kesayanganku
yang tinggal jauh denganku.
"would you let me sing, miss?". Ciella masih menatapku dengan
pandangan yang sama, dan ekspresi datarnya yang khas.
Mungkin Ciella belum ingin pulang karena ingin bernyanyi dulu, sifat
khas anak kecil kan memang selalu ingin dituruti, karena tadi Ciella
belum sempat bernyanyi di depan kelas. Maka aku langsung senang ketika
Ciella memintaku untuk mendengarnya bernyanyi.
"Ciella mau nyanyi apa sayang?" tanyaku pada Ciella.
"Aku nggak tau judulnya Miss, so can you just listen up?". Ciella
kelihatan sering menggunakan kalimat bahasa inggrisnya, sepertinya
darah bule Ciella kental sekali. Aku melihatnya seperti Dakota Fanning
kecil, imut namun sikapnya dewasa. Ciella sama sekali tidak terlihat
seperti anak kecil cengeng, Ciella mirip Emily di film hide and seek.
Lucu namun matanya misterius.
"Words are flowing out like endless rain into a papercup........"
Ciella bernyanyi dengan agak terbata-bata dan bernada agak flat, aku
hampir tidak mengenali lagu tersebut hingga Ciella sampai di bait "Jay
guru deva om" barulah aku mengenali lagu tersebut, across the universe
milik The beatles. Ciella berhenti di kalimat tersebut, sepertinya dia
tidak ingat lanjutannya. Namun kurang lebih tiga detik dari bernyanyi
yang ia jeda, Ciella berkata "Don't you remember?" seakan bertanya
padaku. Aku mendadak terpaku mentap Ciella yang benar-benar semakin
mirip dengan sosok Emily di film hide and seek.
"Ya, sure! My daddy's favorite band". Aku tidak yakin dengan maksud
Ciella yang bertanya ingat atau tidak, lantas aku menganggap Ciella
bertanya apakah aku tahu atau tidak lagu ini. Hening sekejap, kemudian
kulihat Ciella tersenyum. Meskipun ekspresinya kali ini berubah, namun
matanya tetap sama.
Ciella memandangku masih dengan ekspresi datar, kali ini dia bertanya
lagi. Bukan soal lagu yang Ciella tanya, melainkan soal bonekanya yang
hilang.
"Can you bring me my doll tomorrow miss? I've been missing it so much.
Aku mau minta lagi ya, please?". Ciella memelas kali ini, naluri anak
kecil yang meminta boneka ini lebih terlihat normal baginya. Namun aku
tidak mengerti maksudnya, aku memberi tahu Ciella untuk memberi tahuku
siapa teman yang mengambil bonekanya, namun Ciella bersikeras bahwa
bonekanya yang hilang ada padaku.
"that doll has brown hair, grey eyes like mine, but one of her eyes
has already broken, and she wears white pajamas, her name is Ally".
Ciella merengek minta bonekanya dikembalikan, hingga mau tak mau aku
menyerah dan mengiyakan permintaannya. Mungkin aku akan beli boneka
baru berambut cokelat, bermata abu-abu, lalu kurusak salah satu
matanya, dan kupakaikan piama putih, lalu kuberikan pada Ciella.
Percakapan yang membingungkan itu akhirnya berakhir, Ciella tampak
girang karena aku berjanji akan membawakan boneka ally-nya yang hilang
besok. Ciella bernyanyi lagi, masih lagu accross the universe, tapi
kali ini hanya di bagian kalimat "Jay guru deva, om" berulang-ulang.
Aku mendadak meremang, terhipnotis oleh nyanyian Ciella yang seperti
bergema meski suaranya pelan. Tanpa kusadari Ciella sudah keluar dari
kelas, akupun mengejarnya ke luar kelas karena ingin memberinya
kecupan sampai jumpa. Aku mungkin salah perhitungan, tapi Ciella
keluar kelas belum sepuluh detik dan alangkah terkejutnya aku
mendapati Ciella yang sudah tidak ada di depan kelas saat itu.
(bersambung).

Restu Hapsari, @smileyrestu

Monday, May 21, 2012

'Eclipse'

You, there's too much things that I can't forget about you. Don't ask
me about your smile and your voice, two things that always tucked me
in bed at night. If some questions are better left unanswered, maybe
the memories about you are better left untouched and I will let them
crystallized inside my lonely mind. You are the only song that keeps
resound in my head over and over again. Maybe Selena Gomez was right,
to love someone so deep is like playing love song that you will always
repeat.
Most of times I feel like I'm the most cowardice person that I've ever
knew, I don't even have any nerve to ignore your silhouette while I
close my eyes. The moment when I see my reflection in the mirror, that
is the moment when I see my self is covered by a clearly deceptive
expression. Yes, deceptive. Don't you know that I'm too powerless to
pretend that I don't care about you? I'm tired to fake my smilng face
as the art of deception keeps going. Yeah, I bet I don't need a hunch
to predict that you know about it because you obviously don't have any
clue of it.
Shit, I wish I can forget how to calling your name on my slumber like
I used to. So, I'm trying so hard to not spell your name as long as I
could. But then again, another name of you is eventually come out in
my mind. Now what, I love to call you with another name. I love to
call you eclipse. Perhaps that was the silliest joke that you've ever
heard (if you heard).
I feel you like I feel the eclipse, I'm (still) in love with you
without any explanations like I'm in love with an eclipse without
knowing my reasons. It's only a countless feeling that emanates
naturally. It's hard to restrain my self to not to stare up at the sun
during the solar eclipse, too tempting. And hell yeah, it's equally
hard to not remember anything about you while I shouldn't do, too
tempting. If by stare up straightly to the sun during the solar
eclipse could makes my eyes got damaged, then by remembering you in
every single circumstances could makes my sanity got damaged.
But too bad, your shadow is just too seductive to abandoned. My eclipse.
- Restu Hapsari, @smileyrestu -

Tuesday, May 15, 2012

Something that will always remains

A month ago my best friend Nenden has got married. I'm sure that was the only moment when I cried a lot (for good) as long as I lived. Nenden is the closest friend I have, she's more like a sister than a best friend for me.
 *Nenden is the beautiful girl who wears bracket on her teeth

*This picture was taken on Lady's wedding, 8 month before Nenden's wedding

At first I thought that there would be a long time between lady's wedding to one of us' wedding, until the day when I heard the news she's getting married. It was sunday, my other best friend Dian texted me in the morning and at that time I was just experiencing an accident. She told me that Nenden will be engaged to her boyfriend Yogie in the upcoming weekend. I was glad to heard that good news, I mean Yogie is a good guy and he deserves to win my bestest friend's heart. So, I texted her afterwards and told her congratulations. Maybe I'm the happiest person about this engagement after Nenden, Yogie, and their families.
*This picture was taken in the night Yogie proposed her, and she's told us nothing

One week to her engagement (we thought that's a real engagement), I woke up from my slumber in the morning (actually not that really morning) I saw my twitter timeline and my mention tab, there was a news from Mimi who told us "Guyssss..... it's not an engagement, it's a wedding day. she's getting married!". I felt consciousness disorder suddenly, anxious, curious, about to cry, and happy was came together. So, I sent her a very long textand still in couldn't believe situation. Ok, she was eventually told me "yes, I'm getting married" and all I can thought was "you're surprise us or what?". That was the craziest thing that I've ever heard, one week to the wedding day and I had prepare nothing. But nothing greater than feeling so glad at that moment.

Finally Yogie and Nenden now is husband and wife. My sister, you should be happy now and I wish it will last forever. I can't help to cried when I gave her congratulations at the wedding day, I love her a lot. So, now I'm waiting for some nieces and nephews from Nenden and Lady. Good news is I'll have one soon from Lady, meanwhile Nenden decides to finishes her study first.

So my best friends, who's gonna be the next after Lady and Nenden? The feelings when I'm gonna face my best friend's wedding is the feeling that will stay remains, it will be more than just happy. I love you my best friends, that must be something that will always remains.

Good to be back.

It's good to write on this page again. it's been a long time since I wrote the last post on a month ago. So how's your day buddy? was that sweet or bitter?
Hmmmh there's not a lot of things to tell, I've spent my days as I used to spent at home,office, and same old - same old. Anyway, what do you guys think if someday I will make a movie? is that possible? because I'm starting to think that I wanna be a future filmmaker. Shit, I need film making school then! something that must be so fucking expensive. Wait, what about scholarship? seriously I will die for that one, maybe I'm gonna try to look for film making scholarship. It must be hard, yeah it must be.

Sunday, February 12, 2012

Hello world, may I come in?

Hello readers, what's up..
Kali ini gue punya cerita loh, seputar kehidupan gue yang lagi nggak
jelas arahnya mau kemana ini. Mulainya dari mana ya? Hmmm..
Oke dari sini aja ya, mungkin beberapa diantara kalian sudah ada yang
tau kalau gue off from any activities for a while, ini semua karena
disebabkan kesehatan gue yang lagi menurun parah. Awalnya, gue sempat
di diagnosa mengalami stress yang cukup berat sehingga menyebabkan
tingkat kesadaran yang nggak terkendali alias ngaco, sampai gangguan
fisik yang sekarang malah jadi penyakit bahkan bad habit yang parahnya
nggak ketolong. Awalnya gue cuma beberapa kali kena gejala tyfus yang
disebabkan asam lambung yang over, satu kali gejala dbd, trombosit
yang fluktuatif alias nggak stabil, sakit kepala (walau udah biasa),
sampe tekanan darah yang bisa naik turun seenaknya (tekanan darah gak
pernah normal, kadang <90 atau >130). Nah yang terakhir ini yang
katanya paling perlu diwaspadain, karena dengan kondisi fisik gue yang
segini, umur segini (berat < 50kg) tekanan darah 140 itu nggak wajar,
pernah sekali sampe 150/30. Alhasil gue hampir menghabiskan waktu gue
buat ke dokter tiap hari cuma demi menstabilkan tekanan darah doang,
karena kadang tekanan darah gue bisa turun jadi 90 gitu tiba-tiba,
aneh bukan?. Masalahnya tekanan darah itu resikonya besar, bisa
mengakibatkan pecah atau menyempitnya pembuluh darah. Impact dari itu,
gue jadi insomnia parah. Awalnya cuma begadang sampai jam tiga pagi
aja, dan itu berlangsung selama tiga bulanan kurang lebih. Tapi makin
lama makin parah, lama-lama jadi sampe jam 4, jam 5, sekarang gue
hampir jarang bisa tidur alias gak ngantuk-ngantuk, padahal gue nggak
minum kopi loh. Awalnya dokter mikir ini gara-gara hipertensi tapi
anehnya gue nggak ngerasa lemes sama sekali. Gue awalnya nggak
nganggap ini masalah serius, karena ternyata begadang itu enak. Gue
bisa nulis sepuasnya, bisa nonton dvd sampe bosen, dan akhirnya gue
malah jadi punya kebiasaan baru gara-gara ini. Gue mendadak jadi
tertarik sama dunia sains,fisika, dan supranatural. Believe it or not,
i did astral projection once, dan ternyata itu sakit banget pas kita
maksain jiwa keluar dari raga (ada tahapan2nya, jangan coba
sembarangan). Nggak ada maksud apa-apa sih, cuma penasaran aja kok.
Balik ke soal ketertarikan baru gue, sekarang gue lagi belajar sains
loh terutama fisika kuantum, kenapa? It's too amazing guys, bener deh.
Sampai akhirnya gue kepikiran buat bikin sci-fi story. Sayangnya,
lama-lama gejala nggak tidur gue meluas jadi gejala nggak laper dan
tiap makan pasti muntah. Awalnya, dokter bilang ini semacam bulimia
gitu tapi tanpa unsur kesengajaan. Alhasil gue cuma bisa mengkonsumsi
makanan yang udah jadi larutan. Intinya sekarang gue kayak robot gak
ngantuk dan gak laper, tapi gue nggak lemes anehnya. Akhirnya
konsultasi ke dokter lagi, katanya gejala gue ini masih misterius apa
penyebabnya walaupun diyakini karena gue yang lagi stress. Bukan
stress gimana ya, tapi kondisi fisik yang menurun secara kontinyu
ditambah gejala insomnia dan bulimia itu tanpa gue sadari telah
meningkatkan stress. Jadi sekarang ini gue lagi dalam pengobatan,
walau keliatannya gak seserius sakit kanker atau leukemia, tekanan
darah gue yang cenderung tinggi tapi hemoglobin rendah ini bisa jadi
masalah serius. Apalagi dengan frekuensi otak gue yang kurang
istirahat karena kurang tidur kadang suka bikin sakit kepala sampe
kayak orang sakaw bawaannya, lebih dari itu gue suka tiba-tiba hilang
keseimbangan, kepala berat, pandangan kabur parah dan itu berlangsung
lama banget (biasanya cuma sekilas tapi ini bermenit-menit), pernah
sampe gue pingsan dan kata dokter tingkat parahnya bisa sampe hilang
kesadaran alias koma. Belum lagi berat badan gue yang makin hari makin
kayak penderita anorexia ini, makin memperparah kesehatan gue. Kata
dokter proses penyembuhannya mungkin makan waktu lama, karena selain
harus mengobati efek yang ditimbulkan, metabolisme tubuh juga harus
diperbaiki, tapi terlebih dari itu semua gejala-gejala yang timbul
harus diatasi duluan. Misalnya insomnia harus tertangani agar tekanan
darah bisa lebih baik, dan kerja otak bisa kembali normal. Atau
minimal bisa makan normal deh nggak dimuntah-muntahin lagi biar asupan
makanannya bisa jadi tenaga, karena makanan yang sudah di kemas dalam
kapsul atau makanan yang di masukin lewat infus itu nggak jadi tenaga.
Intinya, gue lagi dalam pengawasan dokter dan belum bisa beraktivitas
secara normal karena kondisi fisik yang yah begitulah. Jadi minta
doanya yah readers. Tapi tenang gue punya project baru nih, mau bikin
cerita fiksi ilmiah hehehe. Salah satu tokohnya si Carly Flannery
Walter ini. Kayak apa? Get in a line, come up soon.

About

My photo
Jakarta, Indonesia
My name is Restu Hapsari, let me tell you a story!