Thursday, May 24, 2012

Sumpah, aku tidak ingat. (Part 1)

Cerita ini merupakan cerita yang gue adaptasi dari sebuah film pendek
yang berjudul The Doll, dimana film pendek tersebut juga mengadaptasi
cerita ini dari pengalaman seorang narasumber pada pertengahan tahun
90-an, di Florida, Amerika Serikat. Gue modifikasi ya ceritanya, biar
nggak sama persis. Dan menulis menggunakan sudut pandang pertama
selalu jadi favorit gue, Jadi selamat menikmati.


Pagi itu adalah pagi terbaik sepanjang hidupku. Matahari pagi lebih
tepat terbilang hangat daripada terik, aroma hujan menggelitik
hidungku dengan sangat ramah, suasana rumahku gaduh karena kesibukan
pagi hari yang menjadi khas keluarga kami dan entah sejak kapan selalu
ada sekilas rasa syukur setiap aku mendengar keributan kecil di pagi
hari itu, dan yang paling membuat hariku spesial adalah ini hari
pertamaku bekerja. Mungkin menjadi guru taman kanak-kanak bukanlah
impianku, kata ibu aku terlalu idealis sementara cita-citaku terlalu
utopis dan tidak realistis. Setidaknya jadi guru taman kanak-kanak
lebih baik buatku daripada harus mengeluarkan banyak uang demi menjadi
birokrat yang nantinya terkena stigma karena mempertahankan
idealismenya, lantas karirnya mandeg karena anti menjilat atasan, atau
parahnya justru bisa tertular penyakit korup. Lalu apa bedanya sama
jual diri kalau begitu? Aku sih no way. Oke, sekilas saja soal aku si
idealis yang terpaksa menyerah sama realita dan akhirnya menempuh
jalur mainstream ini. Pagi itu semuanya sempurna. Aku masih ingat
jelas senyuman ibu ketika melepasku berangkat kerja, atau ucapan ayah
yang tak henti memberiku semangat sepanjang perjalanan menuju sekolah,
semua terekam sangat manis di otakku. Semuanya berjalan lancar pada
hari itu, sampai akhirnya ada peristiwa yang hingga saat ini belum dan
tak mungkin aku lupa.

Siang itu sebelum jam makan siang dimulai, aku dan murid-murid kecilku
bermain sebuah permainan icebreaking. Melihat antusiasme mereka aku
sangat gembira, ada dua puluh orang anak dikelas yang aku pimpin.
Mereka terbagi atas empat kelompok duduk, masing-masing terdiri dari
lima orang anak. Aku menutup permainan icebreaking dengan meminta
salah satu dari mereka bernyanyi di depan kelas, dan seperti yang aku
duga mereka malu-malu karena hanya dua orang yang bersedia bernyanyi.
Seorang anak laki-laki berambut gondrong dengan mata sipit seperti
bulan sabit yang memiliki label nama Aozora di seragamnya mengacungkan
tangan dengan amat histeris, sementara seorang anak perempuan cantik
berwajah super bule berlabel nama Ciella juga mengacungkan tangannya,
namun tidak seantusias Aozora. Akhirnya aku memilih Aozora untuk
bernyanyi di depan kelas, Aozora menyanyikan tip toe through the
tullips dengan sangat jenaka. Sementara kulihat Ciella datar
ekspresinya, tak ada tanda kecewa karena tidak terpilih.

Tidak terasa waktu cepat sekali berlalu, menghabiskan waktu bersama
anak-anak kecil pintar ini sangat menyenangkan. Bel pertanda habis jam
pelajaran pun berbunyi, kuantar mereka semua hingga keluar pintu
kelas. Para orang tua berkumpul di depan kelas dengan wajah yang
ceria. Beberapa anak mencium tanganku, namun beberapa dari mereka
lebih memilih mencium pipiku dan mengucapkan "see you miss Carly",
sweet. Setelah mereka semua pulang dan tidak ada lagi yang tinggal,
aku kembali ke kelas untuk mengambil barang-barangku. Sesampainya di
kelas, aku berjalan tanpa menoleh ke arah mejaku, namun aku merasa
seperti diawasi. Ternyata dugaanku benar, sepasang mata berwarna
abu-abu kelabu sedang mengawasiku. Sejenak aku terkejut karena ketika
mengantar anak-anak ke depan kelas tadi ruangan ini sepertinya kosong.
Tatapan mata itu aneh, seperti sedang menuntut atau menyalahkanku akan
sesuatu. Aku mau tidak mau langsung menguasai diriku, tersenyum dan
memberikan belaian hangat ke wajah kecil nan cantik pemilik mata
abu-abu kelabu itu.
"Ciella sayang kamu belum dijemput ya?" sekilas aku memang tak berani
menatap matanya, namun Ciella yang cantik membuatku sangat
menyukainya. Lucu, aku seperti sedang merasa rindu ketika melihatnya.
Mungkin, Ciella mengingatkanku kepada Kimimela keponakan kesayanganku
yang tinggal jauh denganku.
"would you let me sing, miss?". Ciella masih menatapku dengan
pandangan yang sama, dan ekspresi datarnya yang khas.
Mungkin Ciella belum ingin pulang karena ingin bernyanyi dulu, sifat
khas anak kecil kan memang selalu ingin dituruti, karena tadi Ciella
belum sempat bernyanyi di depan kelas. Maka aku langsung senang ketika
Ciella memintaku untuk mendengarnya bernyanyi.
"Ciella mau nyanyi apa sayang?" tanyaku pada Ciella.
"Aku nggak tau judulnya Miss, so can you just listen up?". Ciella
kelihatan sering menggunakan kalimat bahasa inggrisnya, sepertinya
darah bule Ciella kental sekali. Aku melihatnya seperti Dakota Fanning
kecil, imut namun sikapnya dewasa. Ciella sama sekali tidak terlihat
seperti anak kecil cengeng, Ciella mirip Emily di film hide and seek.
Lucu namun matanya misterius.
"Words are flowing out like endless rain into a papercup........"
Ciella bernyanyi dengan agak terbata-bata dan bernada agak flat, aku
hampir tidak mengenali lagu tersebut hingga Ciella sampai di bait "Jay
guru deva om" barulah aku mengenali lagu tersebut, across the universe
milik The beatles. Ciella berhenti di kalimat tersebut, sepertinya dia
tidak ingat lanjutannya. Namun kurang lebih tiga detik dari bernyanyi
yang ia jeda, Ciella berkata "Don't you remember?" seakan bertanya
padaku. Aku mendadak terpaku mentap Ciella yang benar-benar semakin
mirip dengan sosok Emily di film hide and seek.
"Ya, sure! My daddy's favorite band". Aku tidak yakin dengan maksud
Ciella yang bertanya ingat atau tidak, lantas aku menganggap Ciella
bertanya apakah aku tahu atau tidak lagu ini. Hening sekejap, kemudian
kulihat Ciella tersenyum. Meskipun ekspresinya kali ini berubah, namun
matanya tetap sama.
Ciella memandangku masih dengan ekspresi datar, kali ini dia bertanya
lagi. Bukan soal lagu yang Ciella tanya, melainkan soal bonekanya yang
hilang.
"Can you bring me my doll tomorrow miss? I've been missing it so much.
Aku mau minta lagi ya, please?". Ciella memelas kali ini, naluri anak
kecil yang meminta boneka ini lebih terlihat normal baginya. Namun aku
tidak mengerti maksudnya, aku memberi tahu Ciella untuk memberi tahuku
siapa teman yang mengambil bonekanya, namun Ciella bersikeras bahwa
bonekanya yang hilang ada padaku.
"that doll has brown hair, grey eyes like mine, but one of her eyes
has already broken, and she wears white pajamas, her name is Ally".
Ciella merengek minta bonekanya dikembalikan, hingga mau tak mau aku
menyerah dan mengiyakan permintaannya. Mungkin aku akan beli boneka
baru berambut cokelat, bermata abu-abu, lalu kurusak salah satu
matanya, dan kupakaikan piama putih, lalu kuberikan pada Ciella.
Percakapan yang membingungkan itu akhirnya berakhir, Ciella tampak
girang karena aku berjanji akan membawakan boneka ally-nya yang hilang
besok. Ciella bernyanyi lagi, masih lagu accross the universe, tapi
kali ini hanya di bagian kalimat "Jay guru deva, om" berulang-ulang.
Aku mendadak meremang, terhipnotis oleh nyanyian Ciella yang seperti
bergema meski suaranya pelan. Tanpa kusadari Ciella sudah keluar dari
kelas, akupun mengejarnya ke luar kelas karena ingin memberinya
kecupan sampai jumpa. Aku mungkin salah perhitungan, tapi Ciella
keluar kelas belum sepuluh detik dan alangkah terkejutnya aku
mendapati Ciella yang sudah tidak ada di depan kelas saat itu.
(bersambung).

Restu Hapsari, @smileyrestu

No comments:

About

My photo
Jakarta, Indonesia
My name is Restu Hapsari, let me tell you a story!