Friday, May 25, 2012

Sumpah, aku tidak ingat. (Part 2)

Siang itu udara Jakarta sungguh biasa, terik dan berpolusi.
Suara-suara bising dari kendaraan-kendaraan di jalan raya sangat
membuat telinga tidak nyaman, belum lagi suara bak bik buk yang
ditimbulkan oleh dua orang yang nampaknya sesama kondektur metromini
yang sedang saling baku hantam membuatku menjadi lebih stress sepuluh
kali lipat, di sudut lain ada seorang anak kecil berbaju belel dan
lusuh menangis keras sekali sementara seorang petugas keamanan dan
ketertiban berusaha menarik dengan keras lengan anak kecil tersebut.
Jakarta hanya ramah pada mereka yang punya uang, pikirku. Setidaknya
saat itu aku merasa sedikit beruntung karena aku termasuk yang mampu
membeli kenyamanan tersebut, paling tidak kenyamanan berkendara dengan
naik taksi. Hal yang menjadi motivasiku untuk pulang menggunakan taksi
sebenarnya bukan karena stress yang disebabkan oleh kota Jakarta yang
berisik ini, aku biasa menyiasati kebisingan Jakarta dengan
mendengarkan lagu The Adams lewat ipodku dimanapun itu, di kopaja
sekalipun. Yang menjadi alasanku kali ini adalah karena aku ingin
lebih nyaman berpikir, berpikir dan memutar ulang cerita aneh Ciella
di otakku. Ya, aku tidak tahu mengapa wajah Ciella dan cerita
bonekanya tidak bisa lenyap dari pikiranku. Sekilas aku mengerti
mengapa Ciella memandangku seperti itu, tatapan yang seolah menuntut
dan menyalahkanku itu mungkin karena Ciella mengira akulah yang
mengambil bonekanya. Aku bahkan baru bertemu Ciella hari ini, mana
bisa dia menuduhku begitu. Aku melamun sepanjang perjalanan pulang,
Ciella membuatku bingung dan terpikat sekaligus.

Sesampainya di rumah aku melihat meja makan yang dipenuhi menu makan
siang, semuanya menggugah rasa lapar namun rasa penasaranku akan
boneka Ciella lebih tergugah.
Aku beristirahat di sofa tua yang terletak di kamarku, mataku
bertabrakan dengan sebuah boneka teddy bear di sudut ranjangku. Aku
impulsif teringat Ciella kembali, "aku bahkan tidak terlalu suka
boneka" kataku dalam hati. Boneka teddy bear itu satu-satunya boneka
yang tidak kubuang saat aku lulus SD karena teddy bear itu pemberian
ayahku, lantas mengapa hari ini ada seorang anak kecil cantik dengan
mata yang misterius menganggap aku mengambil boneka rusaknya yang
hilang? Aku bingung.
Seketika aku bangkit dari sofa tua berkulit maroon kesukaanku,
menghampiri ibuku yang sedang menonton televisi di ruang keluarga.
"Bu, boneka-boneka aku yang jaman dulu udah pada dibuang apa masih di
gudang ya?" entah apa yang membuatku jadi ingat bahwa barang-barang
yang tidak terpakai selalu ada di gudang.
"Tumben kamu nanya boneka? Coba aja lihat sana di gudang. Setahu ibu
masih banyak barang lama yang menumpuk disana".
Aku bergegas menuju gudang, sesampainya disana aku menemukan kardus
besar berisi barang-barangku yang sudah tidak terpakai. Setumpuk
boneka barbie, mickey mouse, dan boneka-boneka disney yang berdebu
bertumpuk disana. Aku tidak yakin apa alasanku membongkar tumpukan
boneka-boneka ini, yang pasti aku tidak akan memberi Ciella
boneka-boneka bekas berdebu ini, aku berniat untuk memberinya boneka
baru yang akan aku beli malam nanti. Aku melihat bonekaku satu
persatu, kenangan masa kecilku berkelebatan bergantian di benakku.
Jujur, aku tidak begitu ingat mengenai masa kecilku, yang aku ingat
aku selalu takut badut dari dulu sampai sekarang. Disaat aku
menenggelamkan diri dalam memori masa kecilku, aku dikejutkan oleh
sebuah benda yang letaknya dibawah boneka casper putih yang agak
robek. Benda itu adalah sebuah boneka berwujud anak perempuan kecil
dengan rambut cokelat, bermata abu-abu dan mata kirinya rusak,
berpakaian mirip piyama berwarna putih. Jantungku berdebar lebih
kencang dari biasanya, darahku mengalir cepat sekali rasanya, aku
terkejut, boneka itu mirip boneka Ciella yang hilang. Aku berlari
impulsif ke ruang televisi lagi menghampiri ibuku, kali ini entah
mengapa rasa panik begitu menyerangku hingga jantungku mau lompat
lewat mulut rasanya. Aku menceritakan pertemuanku dengan Ciella,
bagaimana Ciella mengira akulah yang mengambil bonekanya, dan sekarang
ada boneka yang mirip dengan boneka Ciella yang hilang di tumpukan
boneka-boneka yang sudah sejak lama kubuang. Ibu menenangkanku,
segelas air diberikannya padaku agar aku tidak terlalu emosi. Rupanya
ibu ingat tentang boneka itu, menurut ibu boneka itu milik tetangga di
rumah yang dulu pernah kami tinggali. Mantan tetangga kami ini adalah
teman baik ibu yang bernama tante louisa dan suami bulenya Mr Alarick
Foster dan juga seorang putri yang usianya sepantaran denganku. Kata
ibu dulu aku dan putri dari tante Louisa sering bermain boneka bersama
sampai akhirnya keluarga tante Louisa pindah ke Manhattan, New York
bersama keluarganya. Anehnya aku sama sekali tidak ingat tentang tante
Louisa dan keluarganya, yah ingatanku memang sangat lemah. Aku meminta
ibu untuk menghubungi keluarga tante Louisa, meminta izin bahwa aku
akan memberikan boneka milik anaknya kepada seorang anak kecil yang
merengek karena kehilangan boneka.

Keesokan harinya ibu memberitahuku bahwa tante Louisa sudah kembali ke
Indonesia, rencananya jam sembilan pagi ini ibu dan tante Louisa akan
saling bertemu, yang paling penting adalah tante Louisa mengizinkan
aku untuk memberikan boneka bekas milik Allice anaknya kepada Ciella
muridku. Aku senang mendengarnya, aku juga menitipkan salam untuk
tante Louisa dan juga Allice teman masa kecilku, mungkin nanti kami
berdua bisa bertemu.

Hari itu aku memang tidak ada jadwal mengajar, namun aku tetap akan
menemui Ciella disekolah. Rasanya tidak sabar sekali untuk bertemu
murid favoritku yang mirip Dakota Fanning ini. Aku sampai di sekolah
agak terlambat, macetnya kota Jakarta membuatku menghabiskan dua jam
di perjalanan. Saat itu pukul setengah satu siang, bel pertanda pulang
sudah dibunyikan setengah jam yang lalu. Sekolah sepi, pertanda
anak-anak sudah pulang. Seketika mataku panas, butiran air menetes
dari mataku, aku sangat ingin bertemu Ciella. Aku tidak mengerti
mengapa aku mendadak menjadi sensitif, seolah aku tidak akan bisa lagi
bertemu Ciella, padahal masih ada hari esok kan?. Entah apa yang
mendorongku untuk pergi ke kelas tempatku mengajar, kelas dimana
Ciella belajar. Seperti yang sudah kuduga, kelas kosong. Aku berdiri
membelakangi pintu kelas, mataku terpaku ke arah jam dinding, ada rasa
penyesalan terlukis disana, mengapa harus terlambat. Aku tersadar dari
lamunanku, melepaskan pandanganku dari jam dinding bergambar kartun
rugrats dan membalikkan badanku. Betapa terkejutnya aku, sepasang mata
abu-abu kelabu yang tidak asing lagi bagiku sedang menunggu disana.
Entah sejak kapan Ciella berada disana, sedari tadi dia
memperhatikanku.
"Hey baby, you surprised me Chiella".
"I'm sorry, do you bring my doll?" Ciella mengangkat kedua tangannya
terbalik, seolah sengaja menadahkan kedua tangan untuk meminta
bonekanya dariku. Aku mengeluarkan boneka bekas milik temanku Allice,
aku penasaran bagaimana reaksi Ciella melihat boneka ditanganku yang
mirip dengan bonekanya yang hilang.
"Thankyou Carly, that's my doll". Ekspresi Ciella kali ini benar-benar
terlihat bahagia, mata abu-abu kelabu itu kali ini berbinar, pertanda
bahagia.
"Ciella, why are you so sure? Boneka seperti ini kan banyak sekali".
Ciella tersenyum kaku. Kemudian ia berkata, "maybe there's a lot of
dolls look like mine out there. Tapi hanya boneka ini yang punya nama
Ally". Perlahan Ciella membuka atasan piyama putih boneka yang diklaim
miliknya itu. Sebuah tulisan tertulis disana, Ally.
Aku mendadak sakit kepala, rasanya aku melihat tangan yang sedang
menulis huruf A-L-L-Y di bagian dada sebuah boneka di dalam pikiranku.
Bayangan itu kemudian berganti dengan bayangan lain, dua orang gadis
kecil yang sedang bermain boneka bersama. Bayangan itu seperti tidak
asing bagiku. Dua gadis kecil itu, aku mengenal baik salah satunya,
refleksi yang selalu aku lihat saat aku bercermin namun dalam porsi
anak berumur enam tahun. Gadis kecil itu adalah aku saat kecil, namun
siapa yang satunya? Aku kehilangan petunjuk. Lalu bagaimana tentang
gambaran tangan yang sedang menulis huruf A-L-L-Y di dada sebuah
boneka? Mengapa semua nampak berkorelasi? Jika ini kepingan memori
mengapa aku sama sekali tidak ingat?.

"It's Ally, it's us Carly. Thankyou to brought my Ally back to me, now
I'm complete". Itu adalah kalimat terakhir yang diucapkan Ciella
sebelum akhirnya dia menyanyikan kalimat Jay guru deva, om lagi,
berulang-ulang. Aku sedang dalam sakit kepala yang hebat ketika Ciella
beranjak pergi, saat aku sedikit tersadar, Carly sudah tak terlihat
lagi. Aku memang payah dalam mengingat, tak jarang darah mengucur dari
hidungku saat aku terlalu keras dalam mengingat. Sore itu aku nyaris
pingsan, beruntung beberapa rekan kerjaku masih belum meninggalkan
sekolah. Aku bercerita tentang Ciella kepada salah satu guru yang tadi
mengajar kelas Ciella, dan aku kembali terkejut karena tidak satupun
guru yang mengenal bahkan mengakui keberadaan Ciella. Aku melihat
daftar murid-murid kelas yang ku ajar, dan ya hanya sembilan belas
murid, tidak ada yang bernama Ciella.

Aku pulang dalam keadaan stress, kepalaku sakit berat. Aku sudah tidak
mau memikirkan Ciella, aku takut itu semua hanya halusinasiku karena
tidak pernah ada yang merasa melihatnya. Ditengah perjalananku, aku
menerima panggilan telepon dari ibu. Ibu bercerita mengenai tante
Louisa dan Allice yang ternyata sudah meninggal ketika umurnya enam
tahun karena sakit demam. Ibu juga mengingatkan betapa aku dan Allice
dulu sering bermain sama, terutama bermain boneka dan anagram.

Aku sampai di rumah dengan perasaan yang kacau, kejadian tentang
Ciella membuatku merasa aneh sendiri. Ibu datang dengan wajah yang
tidak terlalu ceria, rupanya cerita tante Louisa membuatnya sedih
hingga saat ini. Ibu menceritakan semua cerita tante Louisa kepadaku,
dan perasaanku menjadi lebih tidak menentu setelah mendengar Allice
dulu sering bernyanyi lagu-lagu the beatles. Aku diam, enggan
bercerita soal kebetulan antara Ciella dan Allice yang sama-sama suka
The beatles. Aku lebih suka bertanya soal Allice, teman masa kecilku
yang tidak aku ingat. Ibu menggambarkan Allice sebagai sosok anak
kecil berdarah indo yang lincah, sampai akhirnya ibu mengeluarkan
sesuatu dari tasnya. Selembar foto, foto aku dan Allice ketika kecil.
Aku bagaikan disambar petir, sosok Allice difoto itu mengingatkanku
pada seseorang. Mata abu-abu kelabu yang sama, wajah yang sama, Allice
mirip sekali dengan Ciella. Aku diam, disorientasi lagi. Lagu the
beatles, boneka, dan wajah yang sama. Aku nyaris gila?. Tunggu, ibu
bilang aku dan Allice sering bermain anagram? Allice - Ciella itu
adalah sebuah nama berbeda dengan huruf yang sama, sebuah anagram.
Tiba-tiba aku ingat perkataan Ciella tadi siang "It's Ally, it's us
Carly". Ally, Allice & Carly, mungkinkah?.

Selesai.
Restu Hapsari, @smileyrestu

1 comment:

Cassandra Niki said...

Wow, that was lovely ☺

About

My photo
Jakarta, Indonesia
My name is Restu Hapsari, let me tell you a story!